Renggangnyahubungan antara Indonesia dan negara-negara Barat pada masa Demokrasi Terpimpin disebabkan. A. negara Barat tidak mendukung Gerakan Nonblok B. Indonesia dianggap sebagai ancaman bag- Februari 1960 menjadi bulan paling bersejarah bagi hubungan diplomatik Indonesia dan Uni Soviet. Untuk pertama kalinya setelah perang, Uni Soviet dengan diwakili Perdana Menterinya, Nikita Sergeyevich Khrushchev, berkunjung secara resmi ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, ia beserta rombongan menghabiskan waktu di Indonesia selama dua pekan. Selain Jakarta, Khrushchev juga berkunjung ke berbagai tempat, antara lain Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Selama kunjungan, sambutan meriah ditunjukkan pemerintah Indonesia dan rakyatnya, meski sempat muncul nada sumbang pada kehadiran kepala pemerintahan negara komunis terbesar di dunia saat itu. Khrushchev beserta rombongan tiba di Indonesia pada 18 Februari 1960 di Lapangan Udara Kemayoran, Jakarta. Kedatangan mereka disambut meriah Presiden Sukarno beserta jajaran kabinet. Malam harinya, pemerintah Indonesia mengadakan jamuan makan malam di Istana Indonesia dan Uni Soviet Dalam pidato sambutan acara jamuan makan malam, seperti dikutip dari "Inventaris Arsip Pidato Presiden RI 1958-1967, Pidato Presiden Sukarno" koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI, Sukarno mengatakan bahwa kedatangan Khrushchev merupakan simbol persahabatan Indonesia dengan Uni Soviet. Bagi Sukarno, Khrushchev adalah simbol perdamaian dunia, seorang tokoh yang konsisten menentang kolonialisme dan imperialisme, sejalan dengan apa yang diperjuangkan Sukarno dan pidatonya, Sukarno juga menekankan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang berjuang untuk kemerdekaan, masyarakat adil dan makmur, dan perdamaian. “Memang perjuangan rakyat Indonesia yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun ini bisa dimasukkan dalam tiga kerangka,” ungkap adalah perjuangan membebaskan Indonesia dari kolonialisme dan imperialisme dan mendirikan satu negara Republik Indonesia yang merdeka seratus persen. Kedua, membangun Republik Indonesia sebagai satu masyarakat adil dan makmur, tanpa penghisapan manusia kepada manusia. Ketiga, meletakkan Republik Indonesia dalam hubungan persahabatan dengan semua bangsa-bangsa di muka Bumi. Menanggapi pidato sambutan Sukarno, seperti termaktub dalam "Inventaris Arsip Pidato Presiden RI 1958-1967, Pidato Perdana Menteri Khrushchev" koleksi ANRI, Khrushchev mengapresiasi sambutan pemerintah dan rakyat Indonesia atas kedatangannya dengan pidato yang tak kalah meriah. Ia memperkuat apa yang disampaikan Sukarno bahwa Uni Soviet selalu menaruh simpati pada bangsa-bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan. Sebelum menutup sambutannya, Khrushchev mencoba membandingkan kekayaan yang dimiliki negerinya dengan apa yang dimiliki Indonesia. Ia berucap bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya raya, tetapi menurut dia negerinya juga tidak kalah kaya. “Segala sesuatu yang dipunyai oleh Indonesia juga dipunyai oleh Uni Soviet, barangkali dengan pengecualian buah-buahan yang lezat sekali di sini, dan satu perbandingan lagi, kami di Uni Soviet ada banyak salju, di Indonesia tidak ada sama sekali,” kata Khrushcev, yang disambut gelak tawa hadirin dalam jamuan makan akhir pembicaraan, Khrushcev berseloroh, “Tetapi saya tidak mau menyembunyikan bahwa juga ada perselisihan antara saya dengan sahabat saya Bung Karno. Dan malahan perselisihan itu barangkali bisa tumbuh kalau saya diberikan tekanan terus. Perselisihan itu antara lain adalah bahwa di sini banyak sekali makanan dan saya dipaksakan terus agar makan semua.”Dicibir Gara-Gara Komunis Sehari kemudian, rombongan dari Negeri Beruang Merah itu dibawa Sukarno mengunjungi proyek pembangunan kompleks Asian Games 1962 di Kebayoran Baru, Jakarta. Kunjungan itu juga sebagai bentuk ucapan terima kasih atas bantuan pemerintah Uni Soviet berupa pinjaman berbunga rendah dan technical experts untuk membangun fasilitas Asian Games. Dalam "Inventaris Arsip Pidato Presiden RI 1958-1967, Pidato Sukarno Pada Kunjungan Khrushchev di Kompleks Asian Games" koleksi ANRI disebutkan, Khrushchev diberi kehormatan untuk memancangkan pancang beton nomor seratus bagi landasan stadion utama. Pada kunjungan ke Surabaya, 22 Februari 1960, Khrushchev mendapat sambutan meriah dari rakyat ibu kota Jawa Timur itu. Diperkirakan satu juta manusia menyambut kedatangannya. Namun, kedatangan Khrushchev juga memunculkan cibiran dari sebagian orang. “Saya tadi mendengar ucapan seseorang; olah apa, Bung Karno iki nggawa komunis nang kene? Mengapa Bung Karno membawa orang Komunis kemari?. Saya bertanya, lantas mau apa? Apa orang komunis itu setan? Tidak saudara-saudara, sama-sama manusia dengan kita, apalagi Perdana Menteri Khrushchev pemimpin daripada satu negara yang bersahabat dengan kita, pemimpin negara daripada negara yang rakyatnya berjumlah 212 juta manusia,” terang Sukarno dalam sambutannya ketika rombongan Khrushchev tiba di Surabaya ANRI, "Inventaris Arsip Pidato Presiden RI 1958-1967, Pidato Sukarno Pada Kunjungan Khrushchev di Surabaya", nomor arsip 168. Melanjutkan tanggapannya atas omongan miring tersebut, Sukarno melempar guyonan.“Coba lihat Perdana Menteri Khrushchev yang tadi berdiri di hadapan saudara-saudara orangnya tidak tinggi, malahan rada-rada lemu agak gemuk, amat sederhana sekali. Jadi sebenarnya, maaf, seribu maaf, manusia sederhana yang duduk di belakang saya ini yang badannya pendek, maaf seribu maaf, agak gemuk, beliau mewakili rakyat Soviet ditambah dengan rakyat negara-negara sosialis lain, paling sedikit juta manusia. Tidakkah kita bangga bahwa kita didatangi oleh orang yang mewakili juta manusia?” Berharap Persahabatan yang Kekal Seusai menyelesaikan kunjungan di Surabaya, rombongan Khrushchev bergerak menuju Bali. Pada 25 Februari 1960, rombongan sampai di Denpasar. Sepanjang jalan, tak kalah dengan daerah lain, rakyat Bali menyambut kedatangan rombongan dari Uni Soviet itu dengan gegap gempita. Setelah mengunjungi Bali, tamu rombongan kembali ke Jakarta dan menuntaskan lawatan kenegaraan Uni Soviet di Indonesia pada 1 Maret 1960. Khrushchev dan rombongan kembali bertolak ke negerinya melalui Lapangan Udara Kemayoran, Jakarta. Dalam sambutan penutup, Khrushchev mengatakan bahwa persahabatan Indonesia dan Uni Soviet akan semakin erat karena persamaan cita-cita dan tekad. Atas dasar itulah persaudaraan dua negara ini akan terus berdiri teguh. “Dan oleh karena dasar-dasar yang objektif, maka saya yakin persahabatan Indonesia dan Uni Soviet akan berlangsung kekal,” ujar Khrushchev. Pidato tersebut disambut baik oleh Sukarno. Presiden pertama RI itu menyatakan “Antara Moskow dan Jakarta terpisah jarak kurang lebih 10 ribu kilometer, tetapi dengan teknik modern telah membuat jarak itu menjadi amat pendek. Lebih daripada itu, cita-cita yang sama [...] Dengan adanya cita-cita yang sama, rasa simpati yang kuat, rasa cinta yang mendalam itu, maka kami rasakan jarak Moskow dan Jakarta menjadi dekat. Moga kita bertemu kembali, hiduplah persahabatan Uni Soviet-Indonesia.”Tujuh tahun setelah kunjungan Khrushchev, Sukarno dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden. Suksesornya, Soeharto yang anti-komunis, memutus hubungan persahabatan dan diplomatik dengan Uni Soviet. Berpuluh tahun kemudian, pada awal 1990-an, hubungan tersebut dipulihkan kembali setelah rezim komunis Uni Soviet runtuh. - Humaniora Reporter Faishal Hilmy MaulidaPenulis Faishal Hilmy MaulidaEditor Ivan Aulia Ahsan
Jawaban#1 untuk Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan unsur rupa yang menonjol. unsur rupa yang menonjol adalah unsur unsur dalam seni rupa yang paling kelihatan atau yang paling nampak. Sekian tanya-jawab mengenai Apa yang dimaksud dengan unsur rupa yang menonjol, semoga dengan ini bisa membantu menyelesaikan masalah kamu.
“Buku Sdr. Sigit Aris Prasetyo, Sukarno & Khrushchev Beda Ideologi, Satu Hati, berhasil mengupas personal chemistry’ antara Presiden Proklamator Indonesia, Ir. Sukarno 1901-1970, dan pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev 1894-1971.” —Peter Carey, Sejarawan “Hubungan antara tokoh internasional yang melampaui sekat ideologis. Dalam konteks Perang Dingin antara Blok Timur dengan Blok Barat, Sukarno adalah pemimpin dunia ketiga yang bisa bersahabat baik dengan Nikita Khrushchev dan John F. Kennedy. Kepiawaian berdiplomasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan nasional. Dalam perjuangan membebaskan Irian Barat, Indonesia membeli senjata dari Uni Soviet dan membuat Amerika Serikat menekan Belanda agar berunding.” —Prof. Dr. Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI “Kedekatan Bung Karno dengan Nikita Khrushchev selalu dipandang sebagai bentuk condongnya Indonesia kepada komunisme saat Perang Dingin membagi dunia ke dalam dua blok Timur versus Barat. Namun banyak hal belum publik ketahui mengenai hubungan Bung Karno dengan berbagai pemimpin dunia yang seringkali melampaui urusan politik, salah satunya kisah persahabatan Bung Karno dengan Nikita Khrushchev yang ditulis secara renyah dan mengalir oleh Sigit Aris Prasetyo ini. Kedua pemimpin ini memiliki kesamaan pandangan tentang perlunya perdamaian dunia dan kemanusiaan yang setara. Khrushchev berperan penting merumuskan konsep “peaceful coexistence” yang meredakan ketegangan Perang Dingin. Melalui pidatonya 12 Juni 1958 Bung Karno mengemukakan gagasan serupa saat menentang perlombaan senjata nuklir di antara kedua negara yang berseteru Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kemesraan hubungan Khrushchev dengan Bung Karno tergambarkan dalam memoarnya ketika pemimpin negara adidaya tersebut disambut gegap gempita ketika berkunjung ke Indonesia 18 Februari 1960. Buku ini memperkaya wawasan mengenai kedua tokoh dan sejarah yang mereka ciptakan selama persahabatan itu terjalin erat.” —Bonnie Triyana, Sejarawan, Pemimpin Redaksi “Ketika membaca sejarah hubungan Republik Indonesia dan Uni Soviet sekarang Russia, pasti tidak bisa dilepaskan dari suatu fase persahabatan antara Sukarno dan Nikita Khrushchev. Keduanya merupakan orang orang besar pada zamannya. Bung Karno seorang pemimpin bangsa bangsa yang baru merdeka yang tergabung dalam gerakan Non-Blok, sementara Khrushchev menjadi pemimpin Blok Timur yang terlibat Perang Dingin dengan Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat. Kita bisa melihat betapa akrabnya Bung Karno dan Khrushchev. Barangkali tak ada pemimpin negara di dunia yang bisa menjalani lakon hubungan seperti mereka berdua. Khrushchev bisa menyindir Bung Karno soal kegemarannya memakai pesawat Pan Am milik Amerika. Namun Khrushchev juga dengan hangat menyambut kedatangan Bung Karno dalam udara dingin, serta tak bertele-tele untuk mengatakan Da—Yes, persetujuan memberikan kredit pinjaman lunak kepada Indonesia. Mereka bisa berdiskusi tentang pertentangan ideologi, bagaimana Bung Karno mengatakan tidak mungkin menjadi komunis. Bahkan Khrushchev juga mengatakan tak akan membuat Indonesia menjadi komunis. Apa yang diperlihatkan Bung Karno dalam persahabatan dengan Khrushchev adalah hubungan interrelationship yang sangat intens. Bagi Sukarno, Khrushchev adalah simbol perdamaian dunia, seorang tokoh yang konsisten menentang kolonialisme dan imperialisme, sejalan dengan apa yang diperjuangkan Sukarno dan pemerintahannya. Bung Karno sendiri menggambarkan persahabatannya dengan mengatakan, ”Khrushchev mengirimkan jam dan puding dua pekan sekali, dan memetikkan apel, gandum, dan hasil tanaman lainnya dari panen yang terbaik.” Ketika kunjungan pertama Khrushchev ke Indonesia, Bung Karno berusaha keras menjadi tuan rumah baik. Tak tanggung-tanggung pula, Khrushchev beserta rombongan menghabiskan waktu di Indonesia selama dua minggu. Barang kali tidak ada kunjungan selama itu dari kepala negara lain di Indonesia sampai sekarang. Sebagaimana seorang sahabat, Bung Karno mempertunjukkan semua tentang Indonesia termasuk terus memaksa Khrushchev makan berbagai jenis makanan lokal Indonesia. Inilah kebiasaan Bung Karno dalam menjalani peran sebagai diplomat dalam bungkus persahabatan, tidak hanya saja ke Khrushchev tapi juga ke semua pemimpin negara lain yang dikenalnya. Bung Karno bisa menulis surat kepada pemimpin Kuba, Fidel Castro. Melalui duta besar kelilingnya, Bung Karno tidak ragu meminta mangga dari Presiden Keita dari Mali, Afrika. Bung Karno yang hendak tidur malam juga tak menolak ajakan Presiden Gamal Abdul Nasser menonton tarian perut di pojokan kota Kairo. Bung Karno juga menjalani persahabatan dengan Presiden Kennedy dari Amerika. Bung Karno juga menekankan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang berjuang untuk kemerdekaan, masyarakat adil dan makmur, dan perdamaian. Konsep perdamaian ini yang menjadi dasar Republik Indonesia dalam hubungan persahabatan dengan semua bangsa-bangsa di muka Bumi. Tak heran Bung Karno sangat piawai ketika berperan sebagai diplomat ulung. Tidak saja melakukan diplomasi untuk kepentingan negerinya tapi juga menjadi seorang yang humanis dalam memaknai persahabatannya dengan pemimpin negara sahabat. Meskipun dalam era Perang Dingin, Indonesia dimusuhi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya namun Bung Karno secara cerdik dan diplomatis bisa berkelit untuk tidak serta merta menjadi sekutu Uni Soviet. Ini terlihat jelas bagaimana Bung Karno tidak saja bisa menciptakan atmosfer kesetaraan yang bermartabat di antara pemimpin pemimpin dunia, tapi juga bisa keluar menjadi pemenang dalam diplomasi. Ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif. Bebas dalam arti bahwa kita berhak menentukan penilaian dan sikap sendiri terhadap permasalahan dunia. Kita juga bebas dari upaya menarik pada satu blok kekuatan di dunia. Namun berpartisipasi secara aktif dan konstruktif demi berusaha mengupayakan tercapainya kemerdekaan, perdamaian dan keadilan di dunia. Itulah hakikat diplomasi unggul Indonesia yang selalu dibawa Bung Karno.” —Iman Brotoseno, Sukarnois, praktisi periklanan, pewarta, dan sineas “Mengikuti masa pemerintahan Presiden Sukarno, terhitung lama dibanding dengan pemimpin dunia lainnya. Dari 17 Agustus 1945 sampai dengan 22 Februari 1967. Tapi beliau bersahabat dengan 2 orang pemimpin dunia lain yaitu John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat dengan masa kepresidenan dari 20 Januari 1961–22 November 1963 dan Perdana Menteri Nikita Khrushchev dengan masa jabatan dari 14 September 1953–14 Oktober 1964. Teringat kita kalau ketiganya memang berada dalam usia aktif, sehat jiwa dan raga saat itu, serta diangkat melalui prosedur yang dibenarkan situasi politik negaranya masing-masing. Sukarno menganggap keduanya lebih dari relasi hubungan baik antarnegara dan bangsa, bahkan bisa dikatakan sahabat. Tapi melihat gejolak dunia saat itu, seolah Sukarno adalah jembatan antara blok kiri dan kanan, komunis dan kapitalis. Suasana dunia saat itu diuji untuk berada dalam perdamaian yang setiap saat terancam yang membahayakan dunia Internasional, namun lebih dari itu Sukarno memanfaatkan secara sebaik-baiknya. Tentu saja utamanya bagi kepentingan Indonesia. Kita sukar melupakan dalam sejarah nasional, ketika menghadapi konflik Irian Barat dengan Belanda, Nikita Khrushchev memberikan bantuan militer dan pelatihan di Rusia. Tapi kita juga berterima kasih kepada John F. Kennedy karena berhasil menekan Belanda agar menyelesaikan soal Irian Barat secara diplomatik. Bisa dipahami kalau terjadi krisisi dunia di Asia Tenggara, dampaknya juga mengenai kedua blok. Rasanya jarum jam tidak mungkin berputar mundur kembali. Zaman itu sudah berlalu. Yang tinggal dalam benak kita hanya kenangan yang indah. Sukarno adalah pemimpin dunia blok ketiga yang selalu dibanggakannya sebagai The New Emerging Forces. Mestinya ini bukan blok Komunis atau Kapitalis. Ini yang sejak awal ingin disumbangkannya sebagai kepahaman sebagai Gerakan Non-Blok atau Non-Aligned Movement. Sebuah cita-cita dalam membangun dunia baru pasca Perang Dunia II terutama di wilayah Asia Afrika yang merupakan wilayah jajahan kaum angkara murka sebelum pecahnya Perang Dunia ke II itu. Penulis buku ini, Sdr. Sigit Aris Prasetyo adalah Diplomat Indonesia, telah beberapa kali menulis buku tentang Sukarno. Kini beliau menulis buku lainnya berjudul Sukarno & Khrushchev Beda Ideologi, Satu Hati. Membaca buku ini pasti akan menemukan berbagai hal baik yang sudah dikenal maupun hal lain yang belum kita ketahui. Dan sumbangannya sungguh besar untuk pengetahuan, utamanya bagi mereka yang menggauli bidang kekaryaan Internasional. Selamat membaca.” —Dr. Rushdy Hoesein sejarawan pada Yayasan Bung Karno “Persahabatan Bung Karno dengan Khrushchev merupakan mozaik percaturan perpolitikan dunia. Keduanya bukan saja bersahabat secara politik, tapi juga secara pribadi. Namun keduanya saling berusaha memanfaatkan, Khrushchev baca Uni Soviet berusaha melalui persahabatan itu menarik Bung Karno baca Indonesia untuk mendukung Blok Timur yang dikendalikannya menentang Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat. Bantuan perlengkapan persenjataan untuk Irian Barat dan tenaga ahli plus dana untuk pembangunan kompleks Gelora Bung Karno, tak mampu mengubah independensi Bung Karno. Independensi Bung Karno tak tergoyahkan. Ia tetap bersikeras dengan gerakan Non-Blok. Pertanyaannya pershabatan kedua tokoh dunia yang saling memanfaatkan kepentingan politik masing-masing, siapa yang unggul?” —Eddi Elisonpenulis buku bestseller Bung Karno & Jokowi Pemimpin Kembar Beda Zaman dan Melihat Sukarno dari Jarak Paling Dekat “Tidak ada yang salah dengan ideologi. Apa pun ideologinya. Bung Karno dan Khruschev adalah legenda persahabatan antarideologi Pancasila dan komunis. Bung Karno tidak mempertentangkan ideologi dalam merajut kerjasama internasionalnya, dengan pemimpin negara mana pun. Putra Sang Fajar justru mencari kesamaan pandang yang bisa dikerjasamakan dengan muara kepentingan rakyat. Persahabatan keduanya terajut dalam narasi bernas Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme Di Bawah Bendera Reviolusi.” —Roso Daras, penulis buku bestseller Total Bung Karno 1 & 2 Jalinan diplomasi Indonesia-Rusia yang telah terbangun lebih dari 70 tahun tahun telah membuahkan banyak hal mulai dari apresiasi ciptaan Ismail Marzuki, “ Rayuan Pulau Kelapa”, kedalam Bahasa Rusia, pembangunan kekuatan militer dan teknologi ruang angkasa, hingga bangunan bersejarah yang mempertebal DNA Indonesia dalam bidang Sosial-Budaya. Buku yang di tulis Sdr. Sigit Aris Prasetyo ini seakan mengingatkan kaum muda baik di Indonesia maupun di Rusia untuk sekadar merelakan waktu dan berwisata ria begitu Indahnya proses dan hasil pertemuan antar dua pemimpin dunia yang melegenda, Ir Soekarno dan PM Nikita Khrushchev 1960-1963. Catatan baik berat maupun ringan yang penuh makna dalam buku ini telah menyampaikan narasi utama bahwa Indonesia lahir dari sebuah perjuangan kolektif dengan rasa, riwayat dan keringat rakyat untuk keluar dari kolonialisme dan Imperialisme. Dengannya, misi ini diterima dan di akselerasi melalui mandat hasil KAA—Konferensi Asia Afrika di Bandung untuk di tampilkan dalam peta baru geopolitik dan geostrategi sebagai bagian dari solusi kemanusiaan mankind is one dari terbelahnya dunia akibat dari bi-polarisme amerika serikat dan Uni-Soviet. Kerja kolektif founding fathers Indonesia juga dapat dimaknai telah menghasilkan postulat baru bahwa pluralisme masyarakat Rusia dan Indonesia adalah realitas obyektif yang perlu dipahami dan di formulasikan kedepan untuk mempertebal nasionalisme generasi baru di Rusia dan Indonesia. Nasionalisme dalam generasi muda yang menjadi peta jalan keadaban dimasa mendatang. Demikian, juga ditekankan oleh Ir Soekarno atau Gandhi dengan rumusan sederhana tapi penuh makna My nationalism is humanity. Erwin Endaryanta Founder of Yayasan Amukti Dwipantara, Center for Indonesia Risk Studies Yogyakarta
Prinsipyang menonjol adalah kehidupan kelompok sel adalah perjumpaan dengan Yesus dan setiap anggota komsel harus mengalami pengalaman perjalanan dan hubungan pribadi dengan Yesus. Mengalami perjumpaan dengan Yesus bisa melalui tiga perjumpaan 13 Dep. Komsel GBI Keluarga Allah, SOM Kelas-3 Aku Pasti Berbuah 13 Dep. Komsel GBI Keluarga Allah, SOM KelasMenurutDenny - peraih gelar master dan Ph.D dari Amerika Serikat - LSI memiliki beberapa divisi bisnis. Antara lain Divisi Riset, Divisi Mobilisasi (penggalakan dukungan suara), dan Divisi Public Interest (mengurusi publikasi terkait dengan pencitraan). Sejauh ini dari tiga bisnis LSI, yang paling menonjol adalah bisnis riset politik.
PemimpinUni Soviet yang dikenal sebagai tokoh dibalik seluruh proses from HPAIR 201 at Airlangga University Kunjunganke Rusia berjalan lancar dan seolah tidak pernah ada apa pun yang terkait dengan masalah agama ataupun masjid. Soekarno juga tidak banyak membicarakan lagi tentang masjid yang pernah dilihatnya di kota terindah di Uni Soviet tersebut. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam PerserikatanBangsa-Bangsa atau disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia.Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 wKBbV.